Contoh Essay Finalis Fosman (Forum Saintis Muda Nasional) Essay Competition 2017

ADHIKARI GRIYA WIDYA : TAMAN EDUKASI GENERASI MILENIAL BERBASIS LOCAL WISDOM BUDAYA YOGYAKARTA DENGAN MEMANFAATKAN BANGKAI KERETA API 
Annisa Nur Hayati/16303244014/2016
Latif Pertiwi/16108241005/2016 

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 

PENDAHULUAN
     Yogyakarta adalah salah satu daerah yang menyandang gelar istimewa dengan berlandaskan nilai historis, yuridis dan sosiologis yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada segi historis berdasarkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan DIY bahwa status ini merupakan sebuah warisan dari zaman sebelum kemerdekaan. Dari segi sosiologis masyarakat di Yogyakarta mengakui akan adanya otonomi penuh yang berada pada Kesultanan Yogyakarta dan juga Kadipaten Paku Alaman, sebagai pemimpin di Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara yuridis, didukung dengan adanya UndangUndang Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan Yogyakarta yang semakin memperkuat Yogyakarta sebagai Daerah Istimewa yang ada di Indonesia. 
   Keistimewaan Yogyakarta menjadikan kota Yogyakarta banyak mendapat julukan yaitu, kota Gudeg, Kota Pelajar, Kota Seni dan Budaya, Kota Isimewa, Kota Pariwisata, dan lainnya (Putri, 2015). Kemudian ditambah dengan tagline-nya “Jogja Never Ending Asia” yang telah digunakan sejak tahun 2001 hingga tahun 2014. Yogyakarta mampu menyihir para pengunjung untuk kembali ke Kota sejuta kenangan. Kemudian sejak Undangundang Keistimewaan (UUK) disahkan, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merasa perlu melakukan pengenalan kepada masyarakat mengenai Keistimewaan Yogyakarta serta kebudayaan yang dimiliki secara menyeluruh. Namun, keingintahuan masyarakat Indonesia khususnya Yogyakarta dalam hal kebudayaan maupun keistimewaan Yogyakarta masih tergolong rendah. Hal ini ditunjukkan dari Statistik Kepariwisataan Yogyakarta Tahun 2015 menunjukkan bahwa terdapat 3.229 pengunjung di Museum Sasana Wiratama P. Diponegoro, 6.016 pengunjung di Museum Taman Siswa Dewantara Kirti Griya dan sebagainya. Jumlah tersebut masih dalam kategori sedikit dibandingkan dengan pengunjung wisata lain misalnya pengunjung pantai Parangtritis yang mencapai 1.999.870 pengunjung di tahun 2015 (visitingjogja.web.id). Hal ini terjadi karena kurangnya daya tarik pengunjung untuk mengunjungi museum yang didasari dengan kurangnya inovasi, kurangnya pelayanan yang memadai, kualitas objek, kelengkapan fasilitas, dan lain sebagainya. Sehingga pengetahuan masyarakat akan keistimewaan Yogyakarta masih dalam kategori kecil.
   Berdasarkan hal tersebut, diperlukan suatu upaya untuk mengenalkan kebudayaan dan keistimewaan Yogyakarta. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan melalui sebuah sarana yang mampu mengenalkan kebudayaan dan keistimewaan Yogyakarta dengan menarik. Penulis menawarkan sebuah gagasan inovasi untuk membuat sebuah sarana pengenalan kebudayaan dan keistimewaan Yogyakarta melalui pembangunan Adhikari Griya Widya yaitu taman edukasi dengan memanfaatkan gerbong bekas. Selain itu, juga dapat bermanfaat bagi Dinas Kebudayaan Yogyakarta dalam membantu memperkenalkan kebudayaan Yogyakarta kepada masyarakat, membantu PT. KAI untuk menyalurkan bekas gerbong yang sudah tidak terpakai menjadi lebih bermanfaat serta membantu orang tua dalam memberikan opsi tempat belajar budaya yang unik dan asik. Tidak hanya itu, gagasan ini juga didukung dengan adanya program-program yang menunjang pengenalan keistimewaan Yogyakarta. Gagasan ini diharapkan dapat mewujudkan visi pemerintah daerah Yogyakarta yaitu menciptakan “Daerah Istimewa Yogyakarta Yang Lebih Berkarakter, Berbudaya, Maju, Mandiri dan Sejahtera Menyongsong Peradaban Baru” (web.jogjaprov.go.id). 

ISI
     Kereta api adalah suatu transportasi yang dapat memudahkan masyarakat dalam berpergian, kereta api umumnya beroperasi sesuai dalam jangka yang telah ditentukan. Setelah itu kereta api tidak terpakai dan hanya disimpan serta mendapatkan perawatan secara berkala. Saat ini terdapat ratusan gerbong kereta yang sudah tidak terpakai dan hanya terbengkalai di beberapa tempat seperti di Balai Yasa Jogja, Stasiun Cikaum Subang, Stasiun Sidotopo Surabaya dan Stasiun Purwakarta. Untuk itu penulis menawarkan sebuah gagasan inovasi untuk membuat sebuah sarana pengenalan kebudayaan dan keistimewaan dengan mengunakan bekas gerbong yang sudah tidak terpakai untuk mengundang daya tarik masyarakat.  
     Menurut berita yang dilansir oleh detik.com (2014) dengan mewawancarai kepala humas DAOP 1 PT. KAI menyatakan bahwa ada 181 bangkai gerbong Kereta Rel Listrik (KRL) ekonomi bekas yang sudah tidak terpakai ditumpuk di kawasan Stasiun Purwakarta, Jawa Barat. Ada beberapa gerbong tampak berkarat dan terkelupas catnya karena faktor usia kereta dan tak ada lagi suku cadangnya. Penumpukan gerbong tak hanya di Stasiun Purwakarta tetapi juga ditemukan di berbagai tempat lainnya seperti di Balai Yasa Jogja, Stasiun Cikaum Subang dan Stasiun Sidotopo Surabaya.
Gambar 1. Tumpukan gerbong di Stasiun Cikaum Subang Sumber foto: www.redigest.web.id 2016 
Gambar 2. Tumpukan gerbong di Stasiun Purwakarta Sumber Foto: hariandepok.com 2016 
      Berawal dari data dan fakta yang dijumpai tentang minimnya pengetahuan masyarakat tentang kebudayaan  Yogyakarta serta ratusan bangkai gerbong yang tidak terpakai, maka gagasan ini merupakan jawaban dari latar belakang tersebut. Adhikari Griya Widya nantinya akan dibangun harus memiliki desain yang unik dan kekinian, sehingga mampu menarik perhatian pengunjung baik kalangan muda maupun tua.  
       Pertama, untuk mengenalkan sejarah mengenai Kota Yogyakarta, sebelum memasuki Adhikari Griya Widya dihadirkan dengan lorong terowongan yang menceritakan terbentuknya keistimewaan Yogyakarta dari waktu ke waktu. Pada lorong tersebut, memiliki suasana berbeda sesuai dengan tahun serta cerita yang ditampilkan. Kedua, Adhikari Griya Widya memiliki gerbong ruang teater yang memutarkan film-film tentang asal usul Keraton dan Pakualaman. Filmfilm ini diproduksi oleh seniman-seniman lokal serta mahasiswa jurusan seni yang ada di Kota Yogyakarta. Ketiga, Adhikari Griya Widya memiliki beberapa gerbong galeri batik yang mengoleksi dari seluruh kawasan di Yogyakarta dan sekitarnya. Galeri ini tidak hanya menampilkan koleksi batik, tetapi juga menyediakan kursus membatik bagi pengunjung domestik maupun mancanegara dengan mendatangkan pengrajin batik di wilayah Yogyakarta. Keempat, Adhikari Griya Widya memiliki galeri wayang, mulai dari wayang pada jaman dahulu hingga wayang yang telah mengalami perkembangan saat ini. Kelima, Adhikari Griya Widya memiliki area hologram yang menampilkan tarian-tarian tradisional dari Yogyakarta. Pada bagian ini juga dilengkapi dengan keterangan yang menjelaskan mengenai jenis tarian, asal-usul serta penggunaannya dalam keseharian di Yogyakarta pada jaman dahulu hingga saat ini. Setiap bulan, tarian-tarian yang ditampilkan juga mengalami pergantian sesuai dengan tema yang diusung Adhikari Griya Widya. Area ini menjadi satu dengan area teater sehingga pengunjung dapat menunggu jadwal pemutaran film sekaligus belajar mengenai tarian. Keenam, Adhikari Griya Widya memiliki area panggung terbuka dan gedung serbaguna yang dapat digunakan untuk berbagai acara. Di area ini juga menjadi sarana bagi pengunjung untuk lebih mengenal kebudayaan Yogyakarta. Selain itu, Adhikari Griya Widya juga mengusung konsep belajar kebudayaan Yogyakarta yang terdapat tempat belajar kebudayaan Indonesia, khususnya Yogyakarta. Di tengah tatanan gerbong terdapat lokomotif tua sebagai ikon. Serta terdapat galeri foto livery kereta api dari masa ke masa yang berada di sekeliling tembok pembatas Adhikari Griya Widya. Sistem energi dalam menunjang keberlangsungan Adhikari Griya Widya dengan memanfaatkan teknologi solar sel yaitu teknologi yang yang mampu mengkonversi energi matahari menjadi energi listrik. Energi ini kemudian dipakai sebagai sumber listrik bagi penerangan dan peralatan yang ada di Adhikari Griya Widya yang dipasang di atas atap gerbong. Di setiap sisi sudut dipasang payung besar yang akan membuka saat hujan turun maupun saat matahari terik. 
Gambar 3. Adhikari Griya Widya tampak depan 
      Guna merealisasikan Adhikari Griya Widya, perlu adanya langkah-langkah dan jangka waktu yang direncanakan dengan berbagai aspek pertimbangan. Langkah pertama adalah sosialisasi gagasan kepada pihak Dinas Kebudayaan Yogyakarta, PT. KAI, Pemerintah, Dinas PU, Kementrian Riset dan Teknologi dan masyarakat. Proses sosialisasi ini dimaksudkan untuk mengenalkan gagasan pembangunan Adhikari Griya Widya sebagai upaya pengenalan kebudayaan Yogyakarta untuk mengaplikasikan pembangunan gagasan dan untuk mendapatkan persetujuan dari berbagai pihak. Langkah kedua adalah pembangunan Adhikari Griya Widya oleh pihak kontraktor. Selanjutnya, uji coba, Adhikari Griya Widya diterapkan di daerah Yogyakarta. Langkah terakhir adalah evaluasi, perbaikan, dan perkembangan yang dilakukan agar penerapan Adhikari Griya Widya berjalan sesuai dengan harapan semua pihak dan sesuai dengan rancangan sistem yang dibuat. keberadaannya maka ketika kita tidak mampu bersaing dan mengikuti perkembangan zaman, kebudayaan akan mudah tersingkirkan.  
“Kalau bukan kita yang menyelamatkan budaya Yogyakarta, siapa lagi?”

0 Response to "Contoh Essay Finalis Fosman (Forum Saintis Muda Nasional) Essay Competition 2017"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel